Jumat, 06 Agustus 2010

Kasus Jati Oelbesak dan Jati Amfoang

HASIL INVESTIGASI
DUGAAN KASUS ILEGAL LOOGING/PEMBALAKAN HUTAN
DI OELBESAK, DESA SILU, KECAMATAN FATULEU KABUPATEN KUPANG




ALIANSI PEDULI KEADILAN (APIK)
KABUPATEN KUPANG

HIMPUNAN PELAJAR DAN MAHASISWA AMFOANG TIMUR (HIPMAT), KERUKUNAN MAHASISWA HELONG (KEMAH), IKATAN PELAJAR MAHASISWA AMFOANG BARAT LAUT (IMPAAL), IKATAN PEMUDA PELAJAR MAHASISWA AMFOANG BARAT DAYA (IPJAR AMBADA), IKATAN PELAJAR MAHASISWA AMFOANG UTARA (IPMAR), HIMPUNAN PEMUDA PELAJAR MAHASISWA FATULEU BARAT (HIPA FATBAR)- , HIMPUNAN MAHASISWA ASAL AMARASI (HIMARASI), ANGKATAN MUDA MAHASISWA PAH FATULEU (AMMPAFA ) GENPIKER NTT, TOKOH ADAT PEMUDA DAN SESEPUH MASYARAKAT AMFOANG TIMUR

HASIL INVESTIGASI
DUGAAN KASUS ILEGAL LOOGING/PEMBALAKAN HUTAN
DI OELBESAK, DUSUN NEFONA DESA SILU, KABUPATEN KUPANG


I. LATAR BELAKANG
1. Dugaan kasus Ilegal logging yang dituduhkan terjadi di Wilayah Oelbesak, Dusun Nefona,Desa Sillu, Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang mencuat kepermukaan ketika diberitaan media massa cetak dan elektronik, terkait di tahan 10 orang tersangka yang ditahan antara lain Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan,Perkebunan dan Kehutanan (Distanbunhut) Kabupaten Kupang, Marten Sakkung, Kepala Desa Sillu, Ananias Tanone, Kepala Resort Polisi Hutan (KRPH) Takari , Hendrik J Henuk, Staf RPH Takari Sadrak Bell, Karolina Lay dan Jeni Paratuan (Staf Distanbunhut Kabupaten Kupang), Empat warga Desa Silu pemilik pohon jati, Yonas Tanu, Metusalak Tanu, Donatus Keba dan Musa Bait. Kasus ini kemudian menyeret Bupati Kupang, Ayub Titu Eki, dengan rujukan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
2. Penebangan 400 pohon jati tegak yang ditandai dengan Surat keterangan kepemilikan atas nama Yonas Tanu yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Silu dan ijin prosedur birokrasi lanjutannya, kemudian menjadi sandungan keempat pemilik sekaligus sebagai penjual harus terkait dalam indikasi ilegal logging dan mendekam di sel Polres Kupang bersama tersangka lainnya.
3. Polisi menyita barang bukti 264 gelondongan kayu jati yang ditebang di kebun milik mereka berstatus tanah rakyat atau tanah desa yang diduga termasuk dalam kawasan hutan lindung. Barang bukti tersebut kini diamankan di Polsek Takari yang lainnya masih berada di hutan. Kayu tersebut ditebang November 2009 lalu dengan pengusaha Handoyo Budiono,Direktur PT Silvia. Namun Handoyo awalnya hanya ditetapkanoleh pihak kepolisian sebagai saksi sehingga tidak ikut ditahan, baru ditahan pada Maret 2010.
4. Kontroversi dugaan kasus ini adalah soal kebenaran pal batas yang menjadi acuan pembenaran tindakan masyarakat. Membuktikan apakah penebangan hutan jati tersebut masuk dalam kawasan hutan lindung atau berada di luar kawasan hutan lindung?.
5. Berdasarkan dokumen perijinan menyatakan bahwa semua prosedur administrasi dan birokrasi sudah terpenuhi, antara lain; Surat Keterangan Kepemilikan yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Silu, Surat Keterangan petugas KRPH (Kepala Resort Polisi Hutan), Telah Staf Distanbunhut Kabupaten Kupang. Telaah Staf. No. 800/17/Distanbunhut/2009. Tanggal 27 Oktober 2009. ditandatangani ole Kepala Dinas Ir. Marthen Linggi A. Sakkung,M.Si, Surat Rekomendasi Bupati Kupang. Nomor 500/1811/EK/2009. Atas Nama Handoyo Budiono. Tanggal 2 November 2009. Ditandatangani Bupati Ayub Titu Eki, Surat Ijin Pemanfaatan dan pemungutan pada Hutan Milik/Hutan Hak Masyarakat. No. 522.23/19/Distanbunhut/2009. Tanggal 15 Agustus 2009. Atas Nama Handoyo Budiono. Ditandatangani oleh Kepala Dinas Pertanian tanaman pangan,Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kupang. Ditandatangani oleh Kepala Dinas Pertanian tanaman pangan,Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kupang.

6. Berpedoman pada aspek legal formal dan pengakuan oleh masyarakat tentang pal batas belanda sebagai satu-satunya tanda batas kawasan hutan lindung yang dianut oleh masyarakat menjadi aspek kritis yang perlu disandingkan dengan proses hukum atas dugaan kasus ilegal logging yang dituduhkan, mendorong perlu dilakukan langkah investigasi independen yang akomodatif dan pendampingan di tengah kontroversi kebenaran batas kawasan hutan dan pelanggaran yang dituduhkan kepada masyarakat.
7. Atas dasar asumsi berbagai kejanggalan dalm kaitan dengan dugaan kasus ilegal logging di Oelbesak,Desa Silu,Kecamatan Fatuleu,Kabupaten Kupang maka mendorong kami membentuk ALIANSI PEDULI KEADILAN (APIK) KABUPATEN KUPANG yang didalamnya tergabung organisasi ; ANGKATAN MUDA MAHASISWA PAH FATULEU (AMMPAFA ),HIMPUNAN PELAJAR DAN MAHASISWA AMFOANG TIMUR (HIPMAT), KERUKUNAN MAHASISWA HELONG (KEMAH), IKATAN PELAJAR MAHASISWA AMFOANG BARAT LAUT (IPMADAL), IKATAN PEMUDA PELAJAR MAHASISWA AMFOANG BARAT DAYA (IPJAR AMBADA), IKATAN PELAJAR MAHASISWA AMFOANG UTARA (IPMAR), HIMPUNAN PEMUDA PELAJAR MAHASISWA FATULEU BARAT (HIPA FATBAR)- , HIMPUNAN MAHASISWA ASAL AMARASI (HIMARASI),GENERASI PEDULI KESETARAAN RAKYAT NTT (GENPIKER NTT), TOKOH ADAT PEMUDA DAN SESEPUH MASYARAKAT DESA SILU.
8. ALIANSI PEDULI KEADILAN (APIK) KABUPATEN KUPANG lahir atas dasar pertimbangan kepedulian perjuangan terhadap penegakan hukum yang berpihak dan adil terhadap-hak-hak hidup masyarakat terkait penataan kawasan hutan lindung.

II. TUJUAN
1. Mengidentifikasi persoalan dugaan kasus ilegal logging di Oelbesak,Desa Silu,Kecamatan Fatuleu,Kabupaten Kupang
2. Mengidentifikasi kebenaran atas penebangan hutan, apakah dalam kawasan hutan lindung atau tidak.
3. Meletakan persoalan dugaan kasus tersebut pada suatu kepastian hukum yang adil dan berpihak.
4. Sebagai bahan pembanding bagi pihak penegak hukum dalam mengawal persoalan ilegal logging yang dituduhkan terhadap para tersangka.
5. Membantu dan memfasilitasi masyarakat untuk mendapat sebuah kepastian hukum yang adil dan benar.
6. Sebagai bahan refernsi bagi publik/masyarakat

III. METODE/PENDEKATAN
A. Data Primer
1. Metode Survey
a. Mengidentifikasi lokasi yang diklaim sebagai areal penebangan liar oleh kepolisian , apakah benar-benar diluar kawasan hutan lindung atau tidak?.
b. Memantau dan menganalisa persoalan lain yang berkaitan dengan dugaan kasus ilegal logging yang dituduhkan.

2. Wawancara/Testimoni
Teknik wawancara atau interviu termasuk tatap muka dengan tokoh adat dan tokoh masyarakat ,aparat pemerintah dan pihak terkait lainnya berhubungan dengan aktifitas penebangan dan kebenaran pelanggaran yang disangkakan terhadap masyarakat.

B. Data Sekunder
1. Mempelajari dan menelusuri kebenaran dokumen perijinan dan aspek birokrasi prosedural yang berkaitan dengan dugaan kasus ilegal logging.
2. Mempelajari produk hukum dan perundang-undangan yang berkaitan dengan kewenangan pemerintah dalam pengelolaan kehutanan.
3. Informasi media massa cetak dan elektronik atau informasi tertulis lainnya yang bisa dipakai sebagai bahan pembanding terkait kasus tuduhan ilegal logging.

IV. TAHAPAN/WAKTU
A. Tahapan
1. Tahapan Audience/tatap muka
2. Tahapan survey
3. Tahapan kajian
4. Tahapan tindaklanjut/audien

V. HASIL INVESTIGASI
A. Hasil Audiens (tatap muka ) dan wawancara pada Minggu,14 Pebruari 2010 dengan melakukan survey awal ke Desa Sillu dan pada Rabu, 17 Pebruari 2010 ,audiens dengan tokoh adat dan masyarakat Desa Silu. hasilnya antara lain:

1. Masyarakat Desa Sillu hanya mengetahui , mengenal dan mematuhi pal batas belanda yang menjadi batas kawasan hutan lindung dan tanah milik masyarakat yang ditetapkan sejak Tahun 1925 yang ditandai dengan pal batas berupa tumpukan batu mungu . Dan selanjunya disebut oleh masyarakat Desa Silu dengan nama Pal Belanda.
2. Masyarakat Desa Silu tidak mengetahui aturan dan mengenal secara fisik batas kawasan hutan selain pal batas belanda.
Sepanjang belum ada aturan lain yang belum diketahui dan melibatkan masyarakat maka hukum adat yang dianut oleh masyarakat terkait pelestarian hutan harus dihargai sesuai arahan UU No 41 Tahun 1999,BAB IX Masyarakat hukum adat,Pasal 67,Ayat 1:
Masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya berhak:
a. Melakukan pemungutan hasil hutan untuk pemenuhan kebutuhasn hidup sehari-hari masyarakat adat yang bersangkutan
b. Melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan undang-undang; dan
c. Mendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan kesejatraannya.
Penjelasan Pasal 67,Ayat 1,huruf;
Masyarakat hukum adat diakui keberadaannya, jika menurut kenyataannya memenuhi unsur antara lain:
- ada wilayah hukum adat yang jelas
- Ada pranata dan prangkat hukum,khususnya peradilan adat,yang masih ditaati ;dan
- Masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
3. Pihak Kehutanan dan instansi terkait sampai saat ini tidak melakukan penetapan pal batas hutan lindung yang jelas dan melibatkan masyarakat sesuai arahan produk perundang-undangan kehutanan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2004 Tentang Perencanaan Kehutanan Pasal 16 ayat 2
1. Berdasarkan hasil inventarisasi hutan, Menteri menyelenggarakan pengukuhan kawasan hutan dengan memperhatikan rencana tata ruang wilayah.
2. Pengukuhan kawsan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tahapan proses:
a. Penunjukan kawasan hutan;
b. Penataan batas kawasan hutan;
c. Pemetaan kawasan hutan; dan
d. Penetapan kawasan hutan

4. Masyarakat Desa Silu tidak mengetahui aturan lain,melihat dan mengakui keberadaan batas kawasan hutan terkait penataan kawasan hutan lindung.
5. Aktifitas berkebun diatas lahan yang berbatasan dengan kawasan hutan lindung yang digarap selama ini tidak pernah ditegur atau diperingatkan oleh pihak kehutanan dan pemerintah daerah (buktinya masih ada berupa hamparan bekas lahan/kebun).
6. Aspek Historis yang bersumber dari masyarakat seperti yang dituturkan sesepuh adat Desa Silu sebagai berikut;
Kesepakatan kawasan sebagai hutan lindung Oelbesak ada sejak datangnya bangsa belanda pada tahun 1922. Pada waktu itu mereka datang meminta dengan “oko mama” bahwa hutan tersebut jangan ditebas untuk menjaga keberadaan hewan liar jenis rusa karena sebagian dari hutan terbut dulunya ada juga ada padang luas,sehingga mereka bisa datang berburu di hutan tersebut. Kemudian pada Tahun 1925 mereka bawa lagi “oko mama” untuk meminta agar hutan ini selanjutnya dijaga sebagai kawasan hutan lindung. Pada saat itu orang belanda diwakili oleh Tuan Kokman dan Tuan Melumas Sedangkan kepala suku Timor pada waktu itu diwakili oleh Lalus Tapatap, Tabol Tais Bait, Nais Baihkake dan Sain Tob.
Nenek moyang mereka bersama belanda meletakan pal batas dengan upacara adat, ditandai dengan potong sapi sehingga kalau ada yang langgar maka ingat darah maka kaitan dengan mati. Maka sejak itu bukti dan cerita tetap kami jaga. Jangankan hutan, letak dan jumlah batu pal juga dijaga sampai tidak ada yang berkurang dan digeser sampai saat ini.
Selanjutnya penamaan pal batas belanda, diututurkan sebagai berikut;
a. Pal Usapi (Pal kusambi,Usapi=pohon kusambi)
b. Pal Belbelu/Kiub (Pal Kayu Ular/asam, kiub=asam)
c. Pal Haumeni (Pal Cendana)
d. Pal Suti (Tanah Tandus)
e. Pal Bijaelukef/Have (Pal Teliga sapi/have)

B. Hasil Survey/Pengamatan
Hasil Pengamatan/survey berlansung pada Rabu, 17 Pebruari 2010, lansung di lokasi penebangan pohon jati/Tempat Kejadian Perkara (TKP) yang disangkakam dengan indikasi dugaan ilegal logging, hasilnya sebagai berikut;
1. Lokasi penebangan berada di Oelbesak,berada di radius 200 m antara Pal batas belanda; Pal Kiub dan Pal Haumeni.
2. Tidak ditemukan pal atau tanda batas lain yang membatasi dan membedakan kawasan hutan lindung dan lahan,kebun masyarakat.
Terkait batas kawasan hutan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2004 Perencanaan Kawasan Hutan, Paragraf 3 Penataan Batas Kawasan Hutan Pasal 19
Berdasarkan penunjukan kawasan hutan,dilakukan penataan batas kawasan hutan
Tahapan pelaksanaan penataan batas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup kegiatan:
a. Pemancangan patok batas sementara;
b. Pengumuman hasil pemancangan patok batas sementara;
c. Inventarisasi dan penyelesaian hak-hak pihak ketiga yang berada di trayek batas dan didalam batas kawasan hutan;
d. Penyusunan Berita Acara Pengakuan oleh masyarakayt di sekitar trayek batas atas hasil opemancangan patok batas sementara;
e. Penyusunan Berita Acara Pemancangan batas sementara yang disertai dengan peta pemancangan patok batas semntara;
f. Pemasangan pal batas yang dilengkapi dengan lorong batas;
g. Pemetaan hasil penataan batas;
h. Pembuatan dan penandatanganan Berita Acara Tata Batas dan Peta Tata Batas; dan
i. Pelaporan kepada Menteri dengan tembusan kepada Gubernur.

Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan Nomor: 333/Kpts-II/1999 Tentang Pedoman Pemeliharaan Dan Pengamanan Batas Hutan BAB I Ketentuan Umum, Pasal 1:
1. Pemeliharaan tanda batas adalah kegiatan yang dilaksanakan secara berkala dengan tujuan untuk menjaga agar keadaan batas secara teknis tetap baik.
2. Pengamanan batas hutan adalah kegiatan yang dilaksnakan secara terus menerus untuk menjaga agar keadaan batas terpelihara dan terhindar dari kerusakan dan hilangnya tanda batas.

12. Pal batas hutan adalah suatu tanda batas tetap dengan ukuran tertentu yang dibuat dari bahan beton bertulang atau kayu kelas I/II atau tanda batas lainnya sesuai ketentuan standar yang berlaku yang dipasang sepanjang batas hutan.
3. Interval 200 m antara garis pal batas belanda terdapat lahan bekas kebun keluarga Tanu yang digarap pada tahun 1985/1986
4. Dibagian utara hutan jati milik keluarga Tanu, terdapat juga lahan bekas kebun yang digarap pada Tahun 1985/1986
5. Usia, ukuran pohon dan jarak tanam pohon jati sama persis dengan yang ada dalam kawasan hutan pal batas belanda. Menurut pengakuan mereka bahwa bibit (biji jati) yang ditanam ,dibagikan secara gratis dan diarahkan untuk penanaman di kebun warga sesuai arahan program reboisasi dan konservasi hutan tahun 1984/1985.
6. Mayoritas pohon yang tumbuh dalam kawasan hutan lindung adalah pohon jati dan pohon mahoni, padahal ujung hamparan hutan yang di Desa Hapit-Takari berupa hutan alam yang banyak pohon alam. Kaitan dengan hasil audiens dengan masyarakat bahwa hutan alam yang dulu ditumbuhi pohon lokal/alam seperti kabesak,kayu merah dan havel telah ditebang dalam rangka pemebersihan untuk penanaman program reboisasi dan konservasi. Selanjutnya terjadi penebangan liar dan pencurian hingga pohon lokal yang mencirikan hutan alam telah habis dan punah termasuk pohon cendana yang ada kaitan dengan nama pal Haumeni-kayu cendana kini hilang tanpa bekas, Sehingga penamaan kawasan hutan di Oelbesak sebagai hutan konsevasi ,hutan lindung atau hutan produksi harus ditinjau ulang(Pasal 5 UU No 41 Tahun 1999,BAB II Tentang Status dan Fungsi Hutan):.Mayoritas pohon yang ada lebih cendrung disebut hutan produksi.

C. ASPEK BIROKRASI ,DOKUMEN PERIJINAN DAN ATURAN PERUNDANG-UNDANGAN.

1. Aspek Dokumen Perijinan
Terkait penebangan hutan di Oelbesak,Desa Silu,Kecamatan Fatuleu,Kabupaten Kupang. Telah mengacu dan memenuhi aspek birokrasi perijinan di Lingkup pemerintahan Kabupaten Kupang. Menjadi kewenagan Pemerintah Daerah meneliti mata rantai prosedur perijinan, jika kedapatan penyimpangan atau ketidakakuratan proses perijinan maka menjadi kewenangan Bupati untuk menyelesaikan secara sangsi adminstrasi atau sangsi disiplin, antara lain:

1. Surat Keterangan Jual Beli Yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Sillu kepada pihak pembeli Handojo Budiono kepada pihak penjual Yonas Tanu, sepakat menjual 800 pohon jati .
2. Surat Keterangan Kepemilikan Hasil Hutan. No 522.21/Sillu/2009. Tanggal 18 Juni 2009. Ditandatangai oleh Camat Drs. M. Batarudin Rosna.
3. Surat Permohonan Pemeriksaan Lapangan dari Yonas Tanu kepada Kepala Resort Pemangku Kehutanan Fatuleu . Tanggal 18 Juni 2009. Tandatangan pemohon Yonas Tanu.
4. Berita Acara Pemeriksaan Lapangan No. 522.21/JT/DS/RPH. F/2009. Tanggal 1 Juli 2009. Dilakukan oleh Hengky j. Henukh,/KRPH Fatuleu dan Zadrak Bell/ staf., Yonas Tanu/Pemilik Kayu
5. Surat Permohonan Rekomendasi untuk Ijin Pemanfaatan Hasil Hutan Milik Masyarakat. Nomor 01/4b/II/2009. Yang ditandatangani oleh pihak pembeli Handoyo Budiono.
6. Surat Mohon Rekomendasi Untuk Ijin Pemanfaatan Hasil Hutan Milik Masyarakat. No. 01/4BN11/2009. Tandatangan Handoyo Budiono.
7. Surat Penelitian Kelengkapan Administrasi. No 522/1265/2009. Tanggal 12 Agustus 2009. Yang ditandatangani ole Plt Sekretariat Daerah An. Bupati Kupang, Drs. O.Y Nenabu
8. Surat Perintah Tugas. No. 094/40/Distanbunhut/KPG-2009. Yang ditandatangani oleh Kepala Dinas Ir. Marthen Linggi A. Sakkung,M.Si.
9. Surat Penelitian Kelengkapan Administrasi. No 522/1265/2009. Tanggal 12 Agustus 2009. Yang ditandatangani ole Plt Sekretariat Daerah An. Bupati Kupang, Drs. O.Y Nenabu
10. Berita Acara pemeriksaan Silang. No. 008/22/Distanbunhut/Kpg-2009. Tanggal 6 Agustus 2009. Ditandatangani oleh Karolina Lay,S.Hut. dan Djenny T.Paratuan,S.Hut. dan Handoyo Budiono.
11. Surat Pertimbangan Teknis. No.522/133/Distanbunhut/Kpg-2009. Tanggal 31 Agustus 2009. Ditandatangani Kepala Dinas Ir. Marthen Linggi A. Sakkung,M.Si.
12. Telaah Staf. No. 800/17/Distanbunhut/2009. Tanggal 27 Oktober 2009. ditandatangani ole Kepala Dinas Ir. Marthen Linggi A. Sakkung,M.Si.
13. Surat Rekomendasi Bupati Kupang. Nomor 500/1811/EK/2009. Atas Nama Handoyo Budiono. Tanggal 2 November 2009. Ditandatangani Bupati Ayub Titu Eki
14. Surat Kepala Dinas Pertanian tanaman pangan,Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kupang. No 5222/33/Distanbunhut/Kpg-2009. Tanggal 31 Agustus 2009. Yang ditandatangani ole Kepala Dinas Ir. Marthen Linggi A. Sakkung,M.Si.
15. Surat Ijin Pemanfaatan dan pemungutan pada Hutan Milik/Hutan Hak Masyarakat. No. 522.23/19/Distanbunhut/2009. Tanggal 15 Agustus 2009. Atas Nama Handoyo Budiono. Ditandatangani oleh Kepala Dinas Pertanian tanaman pangan,Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kupang. Ditandatangani oleh Kepala Dinas Pertanian tanaman pangan,Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kupang
16. Daftar Rekapitulasi Permohonan Rekomendasi Bupati Untuk Izin Pemanfaatan hasil Hutan Milik Masyarakat. Tanggal 12 November 2009. Sebanyak 27 Nama pemohon,lokasi dan Tanggal terbitan ijin. Ditandatangani oleh Kepala Dinas Pertanian tanaman pangan,Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kupang
17. Surat Penarikan Kembali Izin Pemanfaatan dan Izin Penampungan Hasil Hutan. No. 64/522/Distanbunhut/2010. Tanggal 05 Januari 2010. Ditandatangani oleh Kepala Dinas Pertanian tanaman pangan,Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kupang
- Dokumen birokrasi perijinan harus ikut diteliti sebagai salah satu mata rantai dugaan kasus illegal looging. Apakah terjadi kesalahan prosedural, kesalahan lokasi penebangan atau pembuatan ijin atau rekomenadasi yang tidak faktual. Sebab masing-masing kesalahan dan tingkat kesalahan harus diidentifikasi dengan jelas bukan malah mengklaim sebuah kesalahan sencara general.
- Pengusutan dugaan kasus ilegal logging oleh pihak kepolisian atas dasar informasi atau berpedoman dari Badan Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) sebagai saksi ahhli ,pihak Kehutanan Provinsi atau lainnya terindikasi bentuk pelecehan prosedural dan upaya mengabaikan keberadaan kinerja birokrasi terkait pengawasan hutan oleh Distanbunhut Kabupaten Kupang. Terindikasi penegakan hukum oleh pihak kepolisian yang terburu-buru dengan mengabaikan aspek otentik prosedural instansi Kehutanan terkait
- Kepolisian terlalu dini dan terburu-buru mengklain unsur pelanggaran hukum tanpa melalui kajian hukum yang faktual mengabaikan aspek sosial dan pendekatan budaya masyarakat.


D. TINDAK LANJUT
1. Audiens dengan Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XIV Kupang.
a. Waktu, Jumat,12 Maret 2010
b. Peserta; APIK, 30 Masyarakat Desa Silu, Utusan Kepolisian Polres Kupang (Osias Ngili), dipimpin lansung oleh Kepala BPKH Wil.XIV Kupang, Theodorus Simbolon.
c. Hasil,
- BPKH Wilayah XIV Kupang mengakui sebagai saksi ahli terkait kasus dugaan illegal looging berdasarkan peta yang dibuat Tahun 1976.
- BPKH Wil XIV Kupang mengakui sejak Tahun 1976 hingga sekarang tidak pernah melalukan proses sosialisasi lanjutan dan rekonstruksi tapal batas menurut arahan UU Kehutanan untuk memeprjelas batas kawasan hutan lindung.Pengaskuan pihak BPKH Wilayah XIV Kupang menyalahi Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 333/Kpts-II/1999 Tentang Pedoman Pemeliharaan dan Pengamanan Batas Hutan B AB III Kegiatan Pemeliharaan Dan Pengamanan Batas Hutan Pasal 4
1. Pemeliharaan dan Pengamanan batas dilakukan terhadap batas-batas hutan.
Pasal 5
1. Pemeliharaan dan pengamanan batas hutan sebagimana dimaksud dalam pasal 4 meliputi:
a. Pemeliharaan dan pengamanan rintis batas;
b. Pemeliharaan dan pengamanan pal batas;
c. Pemeliharaan dan pengamanan tanda batas lainnya.
2. Pemeliharaan dan pengamanan rintis batas senagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, dimaksudkan agar rintis batas dapat berfungsi sebagai jalan inspeksi atau penghubung antara pal batas satu dengan lainnya.
3. Pemeliharaan dan pengmanan pal batas sebagimana dimaksud agar pal batas dapat befungsi sebagai acuan posisi terhadap adanya gangguan pada kawasan hutan.
Menurut Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 333/Kpts-II/1999 Tentang Pedoman Pemeliharaan dan Pengamanan Batas Hutan B AB IV Prosedur Dan tata kerja Pemeliharaan dan Pengmanan Batas Hutan
Pasal 7
1. Peneliharaan dan pengamnan batas hutan dilaksanakan
a. Sekurang-kurangnya sekali dalam 3 (tiga) tahun.
b. Untuk areal hak pengusahaan dapat dilaksanakan sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun
c. Secara terus-menerus pada wilayah-wilayah tertentu yang dianggap rawan perambahan kawasan hutan.
2. Batas hutan yang tidak dapat berfungsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 diusulkan untuk direkonstruksi batas.
3. Petunjuk teknis pemeliharaan dan opengaman batas hutan serta rekonstruksi batas diatur lebih lanjut oleh Kepla badan planalogi Kehutanan dan perkebunan.
4. Menyepakati pembentukan Tim gabungan untuk proses sosialisasi dan rekonstruksi dalam rentang waktu 1 Minggu, namun sampai saat ini tidak jelas kesepakatan tersebut.
2. Audiens dengan Polda NTT
a. Waktu, Rabu, 17 Maret 2010
b. Peserta; APIK, Masyarakat Silu 50 orang
c. Hasil;
- 4 orang perwakilan hanya bisa menemui Kabag Humas dan Kabag Reskrim Polda NTT.
- Polda NTT mengarahkan APIK ke Polres Kupang.
- Tindak lanjut Apik bersurat ke Polres Kupang untuk audiens , namun 2 kali tidak terpenuhi dengan alasan Kapolres Kupang sibuk , sehingga Apik meminta kepada DPRD Kupang menghadirkan Kapolres Kupang dalam rangka klarifikasi hal dimaksud
- Tanggal.............. utusan APIK mendatangi Polres Kupang, bertemu Kapolres dan Kabag Reskrim untuk menanyakan kesiapan waktu dialog dan audiens dengan APIK, namun Kapolres Kupang tidak bersedia dan berasalasan bahwa demi penghematan waktu mengarahkan pertemuan di rapat dengar pendapat dengan DPRD Kabupaten Kupang.


3. Audiens Atas Undangan Dinas Kehutanan Provinsi NTT
a. Waktu, Jumat 26 Maret 2010
b. Rapat dipimpin oleh Kepala Dinas Kehutanan NTT , didampingi Kepala BPKH Wilayah XIV Kupang dan Kepala Distanbunhut Kabupaten Kupang.
c. Hasil,
- Dinas Kapala Kehutanan NTT juga mengakui hanya memberikan kesaksian berupa peta Tahun 1976, dan mereka mengakui juga bahwa sejak Tahun 1976 peta tersebut tidak pernah ada proses rekonstruksi, apalahi sosialisasi penegasan batas kawasan hutan menurut arahan UU Kehutanan.
- Adanya kesepakatan untuk proses rekonstruksi,tetapi tidak jelas format dan waktu.

4. Audiens dengan DPRD Kabupaten Kupang
a. Hari,Rabu,31 Maret 2010
b. Dipimpin oleh Wakil Ketua, Anton Natun dan dihadiri 22 Anggota DPRD
C. Hasil
- Mayoritas anggota DPRD menyetujui dihentikan proses hukum terkait kasus ilegal looging di Oelbesak
- DPRD menyanggupi untuk menuntaskan kasus tersebut
- Belum ada kejelasan soal waktu
Saku dan Anton Natun, hasilnya DPRD berjanji untuk menghadirkan Pemerintah daerah dan pihak terkait
- Tanggal ..........April APIK menanyakan tindak lanjut komitmen DPRD, berhasil menemui Wakil Ketua Anton Natun dan Ketua Fraksi John Masse, ternyata DPRD kembali membuat janji dengan waktu dan argumen yang tidak pasti.

E. Kesimpulan Hasil tindak lanjut APIK
- Dari hasil audiens dengan pihak BPKH Wilayah XIV Kupang dan Rapat Koordinasi di Dinas Kehutanan NTT diketahui bahwa tidak ada kejelasan prosedur pemetaan hutan dan batas kawasan hutan yang tidak jelas karena alat bukti yang dipakai untuk acuan pengusutan dugaan kasus illegal looging yang dituduhkan hanya berdasarkan peta tanpa ada penegasan visualisasi/bukti atau fakta pal batas secara fisik yang jelas dan signifikan apalagi sosialisasi untuk hal dimaksud.
- Rekonstruksi sebagai arahan UU Kehutanan untuk memperjelas perlindungan kawasan hutan sampai saat ini diakui oleh pihak kehutanan tak pernah dilakukan sehingga terjadi kerancuan pemahaman dan ketaatan masyarakat yang tinggal di trayek batas dan masyarakat yang mempunyai lahan yang berbatasan lansung dengan kawasan hutan lindung.
- Ketidakjelasan batas kawasan hutan lindung mengakibatkan masyarakat takut mengusahakan tanah disekitar kawasan hutan lindung karena takut membedakan kawasan hutan lindung dan lahan/tanah masyarakat.
- Kebingunan terhadap penerapan hukum tentang batas kawasan hutan negara sehingga menimbulkan ketidak percayaan masyarakat terhadap penegakan hukum formal (negara).
- Menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparat kepolisian,kehutanan dan pemerintah daerah.
- Penahanan Kepala Desa Sillu dan 4 warga Desa Silu berdampak pada ketidakpercayaan terhadap fungsi dan kedudukan kepala desa secara politis dalam jenjang pemerintahan

F. Kinerja DPRD terkait kasus illegal looging di oelbesak
- Sejak mencuatnya kasus illegal looging ini ke permukaan dan menjadi polemik di publik terkait ditetapkannya 10 orang tersangka termasuk didalamnya 4 warga Desa Silu dan Kepala Desa Silu dan kontroversi pelanggaran batas kawasan hutan lindung yang dituduhkan menimbulkan keresahan sosial di masyarakat namun sepanjang pengamatan kami DPRD Kabupatan Kupang sebagai lembaga wakil rakyat yang terhormat terkesan apatis, masa bodoh dan provokatif.
- Beberapa saat lalu, oknum DPRD Kabupatan Kupang sempat berkomentar ke media massa. Serta merta membenarkan tuduhan illegal loging tanpa adanya kajian faktual yang resmi. Langkah ini sangat ironis dengan pihak kepolisian yang masih memproses kasus ini termasuk pihak kehutanan sebagai saksi ahli dengan peta dan data yang masih simpang siur.
- Kunjungan komisi A dan komisi B ke lokasi hutan oelbesak terkesan subyektif dan hanya mencari popularitas. kunjungan tersebut tak meneliti kebenaran fakta di TKP dengan mendampingi warga Desa Silu sebagai korban, malah menunjuk tempat lain bersama warga lain serta merta memfonis lokasi penebangan berada dalam kawasan hutan lindung.
- Kunjungan tersebut juga diperburuk dengan menelusuri tapal batas dan menetukan pal-pal batas yang tidak nampak, serta-merta menuduh masyarakat sengaja menghilangkan tanda batas berdasarkan keterangan sepihak yang terburu-buru dan emosional penuh muatan politis yang tidak rasional.
- Institusi DPRD Kabupaten Kupang terlihat tidak respon dan masa bodoh, dengan tidak memanfaatkan kewenangan pengawasan terhadap kriminalisasi hukum yang menimpa warga terkait kasus tersebut.
- Kunjungan dan komentar-komentar DPRD Kabupaten Kupang memperburuk situasi dan memprovokasi konflik antar masyarakat sehingga tak berlebihan jika DPRD yang seharusnya melindungi dan mengawal kasus tersebut dituding sebagai provokator.
G. Ketidakseriusan pihak Kepolisian
- Ketidakseriusan pihak Kepolisian Polres Kupang bertemu dengan dan beraudiens dengan masyarakat Sillu yang difasilitisai oleh APIK menandakan indikasi buruk bahwa ada sikap ketertutupan pihak kepolisian yang menambah kecurigaan akan adanya skenario yang digunakan oleh pihak kepolisian mempolitisir dugaan kasus ilegal looging di Oelbesak.
H. Kesimpulan dan Rekomendasi
Dari hasil berbagai kegiatan advokasi Aliansi Peduli Keadilan (APIK) merampung berbagai kesimpulan sebagai berikut:
1. Ketidakjelasan penetapan batas kawasan hutan yang tidak melibatkan masyarakat secara proses harus dibatalkan dan demi pelestraian hutan yang berwibawa. Hal ini dilakukan sesuai arahan Undang-Undang :
Penjelasan atas UU No 41 Tahun 1999,BAB IX Masyarakat Hukum Adat,Pasal 21
Hutan merupakan amanah Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena itu pengelolaan hutan dilaksanakan dengan dasar akhlak mulia untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan demikian pelaksanaan sertiap komponen pengelolaan hutan harus memperhatikan nilai-nilai budaya masyarakat, aspirasi dan persepsi masyrakat, serta memperhatikan hak-hak rakyat, dan oleh karena itu harus melibatkan masyarakat setempat
2. Pihak Kehutanan dan berbagai lembaga kaitan pelestarian hutan tidak mampu mempertanggungjawabkan batas penetapan hutan, termasuk bertindak sebagai saksi ahli dalam kapasitas hukum terhadap dugaan kasus pelanggaran hutan terkesan arogan dan sewenang-wenang bersama pihak kepolisian mengklaim masyarakat hingga merugikan masyarakat yang telah ditahan dan diproses secara hukum mengalami penderitaan baik materi maupun inmateri berupa tudingan sosial.
3. Kepolisian terlalu dini dan terburu-buru mengklain unsur pelanggaran hukum tanpa melalui kajian hukum yang faktual , mengabaikan aspek sosial dan pendekatan budaya masyarakat.
4. Penegakan hukum terkesan mengabaikan aspek keadilan dan dugaan indikasi mafia kasus yang dilakukan pihak kepolisian dengan tidak menahan mantan Camat Fatuleu, Batarudin Rosna dan mengulur penahanan pengusaha Handoyo Budiono sebagai tersangka yang mencurigakan ,padahal nyata-nyata terkonspirasi dalam dugaan kasus illegal logging seperti yang disangkakan pihak kepolisian .
5. Kewenangan kepolisian (Polres Kupang) menjerat para pelaku yang diduga melakukan ilegal logging dengan produk undang-undang Kehutanan tanpa kaitan dengan kondisi TKP (Tempat Kejadian Perkara) yang faktual menunjukan indikasi pelanggaran batas wilayah hutan lindung yang akurat terkait hak-hak masyarakat atas tanah dan hutan masyarakat sebagai sumber penghidupan .
8 Pihak Kepolisian segera menghentikan proses hukum atas dugaan kasus illegal loging di Oelbesak sebelum ada penetapan batas wilayah hutan lindung yang jelas,tanpa mengabaikan aspek hak,sosial dan pendekatan hak-hak masyarakat atas tanah dan hutan masyarakatan berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan tentang Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan, dan peraturan dan perundang-undangan kehutanan yang terkait.
9. DPRD Kabupaten Kupang segera memanggil Kapolres Kupang untuk menggelar rapat klarifikasi terkait kasus illegal loging di Oelbesak untuk klarifikasi kasus ini karena selain aspek hukum yang simpang siurl, dampak dari kasus ini telah merambah ke aspek sosial yang menganggu kenyamanan hidup masyarakat,termasuk menggarap kebun di sekitar kawasan hutan lindung.
10. Berbagai keterangan dan fakta yang kami peroleh bahwa kawasan hutan alam yang tidak nampak lagi di Oelbesak karena ketika terjadi konservasi hutan dengan program penghijauan terjadi pembabatan dan pembakaran hutan untuk ditanami anakan pohon jati dan johar, alasan pembenaran tersebut kemudian dilanjutkan dengan penebangan liar sehingga jenis pohon alam yang pernah ada dan hampir punah di kawasan hutan oelbesak seperti, kayu merah,kabesak,havel dan pohon cendana.
11. Pengrusakan dan penebangan pohon secara ilegal di hutan Oelbesak sebelumnya terkait keberadaan polisi hutan yang berkantor di kantor Resort Polisi Hutan di Hapit-Takari perlu dipertanyakan fungsi pengamanan hutan.
12. Pemerintah Provinsi NTT dan Kabupaten Kupang agar segera berkoordinasi dengan Dinas Kehutanan Kabupaten Kupang dan Dinas Kehutanan Provinsi NTT,BPKH dan pihak Pertanahan agar melakukan sosialisasi di lapangan kepada masyarakat tentang batas kawasan hutan yang didasarkan pada pal-pal batas belanda yang dianut dan dipatuhi masyarakat untuk memperjelas batas-batas hutan rakyat dan kawasan hutan lindung.
13. Sesuai informasi bahwa pihak Polres Kupang sedang memproses ijin pemeriksaan terhadap Bupati Kupang melalui Polda NTT, agar segera diahiri dan dihentikan sebelum Dinas Kehutanan,Badan Pemantapan Kehutanan (BPKH) Wilayah XIV Kupang melakukan penataan ulang kawasan hutan yang akomodatif,aspiratif dengan melibatkan masyarakat atas hak-hak hidup masyarakat atas tanah dan hutan yang terkait.
Bagi kami proses pemeriksaan Bupati Kupang sabagai bagian dari mata rantai dugaan kasus ilegal logging lebih dominan aspek politis dibandingkan aspek penegakan hukum positif.
14. Berdasarkan data dan fakta yang kami temui dalam proses investigasi, DPRD Kabupaten Kupang segera menggunakan kewenangan legislatif untuk mengintervensi dihentikannya proses hukum yang sedang ditangani oleh POLRES Kupang demi penegakan supremasi hukum dan pembelaan hak-hak rakyat atas tanah termasuk hasil usaha diatas tanah dengan kewenangan advokasi sosial politik yang berpihak.
15. Sikap apatis yang ditunjukan oleh DPRD Kabupaten Kupang menandakan sikap arogansi dan kesewenang-wenagan yang tidak mencerminkan dan mencirikan lembaga aspirasi rakyat. Sikap apatis DPRD juga mencurigakan pihak oknum dan Partai Politik tertentu berada di belakang skenario busuk dugaan kasus ilegal loging yang mengabaikan hak rakyat dan penderitaan rakyat akibat dari proses hukum yang terjadi.
16. Dugaan kasus ilegal logging di Oelbesak merupakan kasus rekayasa dan terkospirasi untuk menjatuhkan Bupati Kupang atau untuk merampas hak masyarakat atas tanah dan pohon jati
17. Kepala BPKH Wilayah XIV Kupang telah memberikan saksi palsu, karena sampai saat ini tidak berani menunjukan tapal batas hutan yang jelas sesuai ketentuan Perundang – undangan yang berlaku termasuk dokumen Berita Acara Penetapan Batas.
18. Masyarakat malah bertanya, kalau kawasan tersebut adalah hutan lindung mengapa pada saat mereka menebas hutan untuk berkebun dan menanam pohon jati tidak pernah ditegur/ditangkap, tetapi mereka dituduh dan ditangkap pada saat menebang pohon jati.
19. Menagkap dan menahan masyarakat yang tebang jati termasuk menuduh masyarakat serobot hutan Negara, padahal tapal batas kawasan hutan tidak jelas. Hal ini merupakan tindakan rekayasa untuk menakut – nakuti masyarakat dan merampas hak – hak masyarakat.

I. TUNTUTAN
Terhadap berbagai kesimpulan dan rekomendasi permasalahn yang diperoleh atas dugaan kasus ilegal loging di Oelbesak, APIK menyampaikan beberapa tuntutan kritis sebagai berikut:

1. -KAPOLRI melaui POLDA NTT segera memecat dan atau memberhentikan Kapolres Kupang karena kesalahan melalukan proses penyelidikan dugaan kasus ilegal logging yang terburu-buru, tanpa diawali uji lapangan yang faktual sehingga menyebabkan kerugian akibat penahanan para tersangka termasuk mencoreng wibawa penegakan hukum sehingga melakuan proses SP3 untuk kejelasan proses hukum dan mengembalikan kerugian materi dan inmateri yang dialami para tersangka akibat dari kesalahanan proses hukum tersebut.
-Kepala BPKH Wilayah XIV Kupang harus diperiksa sebagai saksi palsu yang merugikan masyarakat
-Kepolisian harus mengadakan pemulihan nama baik para tersangka yang terlanjur dituduh.
-Kepolisian harus mengembalikan kayu jati milik masyarakat yang telah disita dari sebuah proses hukum yang penuh dengan rekayasa
2. Menteri Kehutanan segera memecat atau memberhentikan Kepala Badan Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XIV Kupang karena telah nayata-nyata terlibat dalam skenario hukum bersama pihak POLRES Kupang karena selaku saksi ahli keliru atau salah menyerahkan alat bukti berupa peta dan batas kawasan hutan yang tidak jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum,termasuk mengabaikan proses sosialisasi dan rekonstruksi sebagai bagian dari kegagalan kegiatan pemeliharaan dan pengamanan kawasan batas hutan.

3. Gubernur NTT
a. Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat agar dapat ,menikndaklanjuti pengaduan kami, bahwa telah kami mengadukan persoalan pada Dinas Kehuatanan Provinsi NTT dan Kapolda NTT, namun sampai saat ini belum ada tanggapan balik.
Dapat kami sampaikan kepada bapak bahwa kasus penebangan jati di Sillu sudah kami laporkan dan meminta penyelesaian dari BPKH (Tanggal…………), Kapolda NTT (Tanggal,…..), DPRD Kabupaten Kupang 2x (tanggal……dan……….), Bupati Kupang (Tanggal ………..) termasuk Kapolres Kupang yang sampai saat ini belum mau ketemu dengan kami, malah berjanji dengan kami untuk bertemu di rapat dengar DPRD Kabupaten Kupang, dan kepastian waktunya tidak jelas.
b. Kabupaten Kupang adalah salah satu kabupaten termiskin di NTT, pergantian kepemimpinan yang dipimpin oleh Ayub Titu Eki dan Viktor Tiran selalu digerogoti dengan persoaian-persoalan konspirasi politik, termasuk kasus Oelbesak Sillu yang sarat rekayasa politik, maka kami mohon kepedulian bapak Gubernur NTT.
c. Segera mencopot jabatan Kepala Dinas Kehutanan NTT karena dinilai tidak mampu mempertanggungjawabkan unsur pelanggaran batas kawasan hutan yang dituduhkan kepada masyarakat termasuk tidak ada upaya sosialisasi dan rekonstruksi ulang batas kawasan hutan di Oelbesak , menurut Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 333/Kpts-II/1999 Tentang Pedoman Pemeliharaan Dan Pengamanan Batas Hutan, BAB III Kegiatan Pemeliharaan Dan Pengmanan Batas Hutan.
Pasal 5
1. Pemeliharaan dan pengamanan batas hutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 meliputi
a. Pemeliharaan dan pengamanan rintis batas;
b. Pemeliharaan dan pengamanan pal batas;
c. Pemeliharaan dan pengmanan tanda batas lainnya
Pasal 6 huruf (a)
Tanggungjawab pemeliharaan dan pengamanan batas hutan berada pada:
a. Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Dati I untuk batas hutan lindung, hutan produksi yang pihak dibebani hak pengusahaan, dan Taman Hutan Raya termasuk batas-batas bloknya yang tidak dibebani hak pengusahaan.

Menurut Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 333/Kpts-II/1999 Tentang Pedoman Pemeliharaan dan Pengamanan Batas Hutan BAB IV Prosedur Dan tata kerja Pemeliharaan dan Pengmanan Batas Hutan
Pasal 8
Peneliharaan dan pengamnan batas hutan dilaksanakan
a. Sekurang-kurangnya sekali dalam 3 (tiga) tahun.
b. Untuk areal hak pengusahaan dapat dilaksnakan sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun
c. Secara terus-menerus pada wilayah-wilayah tertentu yang dianggap rawan perambahan kawasan hutan.
d. Batas hutan yang tidak dapat berfungsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 diusulkan untuk direkonstruksi batas.
e. Petunjuk teknis pemeliharaan dan opengaman batas hutan serta rekonstruksi batas diatur lebih lanjut oleh Kepla badan planalogi Kehutanan dan perkebunan.
d. Supaya Bapak ketahui bahwa kasus ilegang logging yang terjadi di Amfoang Timur (dulunya kecamatan Amfoang Utara) yang terjadi pada tahun 2001/2002 di Desa Netemnanu Selatan. Jauh lebih besar tingkat pengrusakan hutan yang dilakukan oleh pemerintahan Kabupaten Kupang pada masa Pemerintahan Bupati Ibrahim Agustinus Meda. Kasus ilegal logging di Amfoang Timur masih mengisahkan beberapa persoalan antara lain :
e. Penebangan hutan tersebut mendapat ijin dari Ibrahim Agustinus Meda, sedangkan penanganan secara hukum hanya menetapkan mantan Kepala Distanhunbut Kabupaten Kupang Ir. David Moedak sebagai saksi, sedangkan mantan Bupati Kupang dan Robby Manoh ( anggota DPRD Kabupaten Kupang yang bertindak sebagai pemangku adat Amfoang) nyata – nyata terlibat dalam kasus penebangan jati tidak tersentuh oleh proses hukum. Kasus ini pun sampai sekarang tidak ada kejelasan tindak lanjut proses hukum.
f. Ribuan gelondongan kayu jati yang di sita masih ditelantarkan di pantai oelbasi Amfoang Timur, sebagian besar sudah rusak, hilang bahkan dalam jumlah besar sudah dijual/ antar pulaukan ke pulau Jawa.
g. Wilayah Amfoang Timur yang berbatasan langsung dengan Negara Timor Leste seharusnya kekayaan alam berupa hutan harus dijaga secara baik untuk kemajuan daerah, peningkatan keasejahteraan masyarakat, bukan malah dirusak dan dikuras untuk kepentingan pribadi.
h. Tuntutan kami agar Gubernur yang memiliki kewenangan mengusulkan ijin ke Mendagri untuk pemeriksaan mantan Bupati Kupang Ibrahim Agustinus Meda selaku Ketua DPRD NTT agar diproses secara hukum terkait pemberian ijin penebangan jati di Amfoang
i. Ribuan gelondongan kayu yang ditelantarkan di Amfoang agar segera di perjelas status kepemilikan untuk bisa dimanfaatkan.

4. Bupati Kupang sebagai pemangku hutan sesuai arahan undang-undang segera membentuk tim koordinasi beranggotakan BPKH, Badan Pertanahan dan pihak kehutanan agar segera melakukan penataan hutan di Oel besak yang adil dan melibatkan masyarakat termasuk kerancuan penataan hutan Tahun 1976 yang tidak melibatkan masyarakat termasuk upaya perampasan hak masyarakat atas tanah yang telah diklaim secara sepihak oleh pemerintah agar segera dikembalikan kepada masyarakat atau biaya kompensasi atas klaim lahan/tanah milik masyarakat.
a. Apabila proses dokumen administrasi yang di keluarkan untuk proses penebangan kayu jika teradi kesalahan prosedur yang dilakukan oleh pihak Distanbunhut Kabupaten Kupang, maka Bupati harus memberikan hukuman administrasi terhadap pejabat kehutanan dan staf yang terlibat dalam kesalahan prosedur penebangan kayu .
b. Apabila pihak Kepolisian serius mengusut kasus penebangan di Amfoang Timur, maka Bupati Kupang harus mengajukan ijin ke Gubernur NTT untuk pemeriksaan Robby Manoh sebagai anggota DPRD Kabupaten Kupang pada saat itu mengklaim diri sebagai pemangku Adat telah berkospirasi dengan mantan Bupati Kupang Ibrahim Agustinus Meda melakukan penebangan jati di Amfoang Timur.